“Dirty Vote” Film Dokumenter Yang Menjadi Trending Topik Februari 2024

Klite-12 Februari 2024-Tayang pada hari pertama masa tenang pemilihan umum tahun 2024, film dokumenter yang berjudul Dirty Vote menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Film yang berdurasi 1 jam 57 menit 22 detik itu saat ini ditayangkan pada channel youtube PSHK Indonesia, dan disutradarai oleh Dandhy Laksono. Tidak hanya Dirty Vote, dua film lain yang disutradarai oleh Dandhy Laksono berjudul ”Jakarta Unfair”  yang dirilis menjelang Pilkada DKI Jakarta dan “Sexy Killers” yang tayang pada masa tenang pemilu 2019.

Dalam film dokumenter Dirty Vote, Dandhy menggandeng tiga ahli hukum tata negara yaitu Zainal Arifin Mochtar, Feri Amsari, dan Bivitri Susanti. Film ini kemudian menampilkan tiga ahli hukum tersebut yang kemudian menyampaikan pandangan mereka terkait kondisi demokrasi Indonesia pada pemilihan umum 2024. Dalam film dokumenter tersebut, pembahasan terkait dugaan adanya kecurangan dalam pemilu 2024 menjadi poin yang banyak dibahas.

Film ini diawali dengan pesan yang disampaikan oleh Zainal Arifin Mochtar yang menyatakan bahwa ia berharap film ini dapat menjadi landasan bagi orang yang menonton film ini untuk melakukan penghukuman. Selain itu, terdapat pernyataan yang muncul dari dua orang lainnya yang juga membintangi film ini yaitu Bivitri Susanti yang mengatakan bahwa telah terjadi kecurangan yang luar biasa pada pemilu 2024. Sementara itu, Feri Amsari menyatakan bahwa dirinya berharap bahwa film ini akan mampu mendidik publik terkait kecurangan pemilu dan politisi dalam mempermainkan publik pemilih hanya untuk kepentingan mereka.

Melalui film Dirty Vote, ketiga pakar tersebut juga menggali bagaimana penggunaan berbagai instrumen kekuasaan yang dipergunakan untuk mencapai tujuan memenangkan pemilu, meskipun apa yang dilakukan itu bertentangan dengan prinsip demokrasi. Dalam film ini, juga menampilkan kliping berita yang ditampilkan dan kemudian dijelaskan kembali oleh para ahli yang membintangi film dokumenter ini. Dalam film dokumenter ini juga menampilkan dugaan adanya keterlibatan salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden dalam kecurangan pemilu 2024.

Film Dirty Vote juga menampilkan beberapa pembahasan seperti survei elektabilitas Capres-Cawapres, gerakan empat jari yang seakan-akan menjadi tawaran atau atau simbol penggabungan kekuatan paslon 01 dan paslon 03 melalui gerakan 04, tindakan tidak netral pejabat negara dan kepala daerah dalam pemilu 2024, dan beberapa hal lainnya terkait kejadian yang terus terjadi menjelang pemilihan umum.

Pada akhir film Dirty Vote ini, ketiga Ahli Hukum Tata Negara memberikan pernyataan masing-masing.

“Semua rencana ini tidak didesain dalam semalam, juga tidak didesain sendirian. Sebagian besar rencana kecurangan yang terstruktur untuk mengakali pemilu ini sebenarnya disusun bersama dengan pihak-pihak lain mereka dalam kekuatan yang selama 10 tahun terakhir berkuasa bersama” ungkap Feri Amsari.

“Persaingan politik dan perebutan kekuasaan, desain kecurangan yang sudah disusun bareng-bareng ini akhirnya jatuh ke tangan satu pihak, yakni pihak yang sedang memegang kunci kekuasaan, di mana ia dapat menggerakan aparatur dan anggaran.” Ungkap Zainal Arifin Mochtar.

“Tapi sebenarnya ini bukan rencana atau desain yang hebat-hebat amat. Skenario seperti ini dilakukan oleh rezim-rezim sebelumnya di banyak negara dan sepanjang sejarah. Karena itu, untuk menyusun dan menjalankan skenario kotor seperti ini tak perlu kepintaran atau kecerdasan, yang diperlukan Cuma dua: mental culas dan tahan malu.” Ungkap Bivitri Susanti pada cuplikan film Dirty Vote. Adapun alasan dibalik rilisnya film dokumenter ini pada hari pertama masa tenang pemilu yaitu seperti yang diungkapkan oleh sang sutradara bahwa film Dirty Vote diharapkan dapat menjadi bahan edukasi dan tontonan reflektif bagi masyarakat menjelang pemungutan suara yang akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024. Dengan demikian, baik waktu penayangan dan isi dari film dokumenter ini akhirnya menjadi trending topik di kalangan masyarakat dan memicu berbagai reaksi netizen di media sosial. (ARL)