Teknologi AS Dituduh Penyebabnya Gempa di Turki, Cek Faktanya

K-LITE FM BANDUNG,- Muncul teori konspirasi yang mengaitkan gempa mematikan di Turki dengan teknologi Amerika Serikat yang bernama High Frequency Active Auroral Research Program (HAARP). Namun, kenyataannya, teknologi HAARP justru digunakan untuk “memanggang langit.”

HAARP sendiri dibangun di Alaska. Lokasinya sekitar 4 jam dari ibu kota negara bagian Amerika Serikat terluas tersebut. Sebuah antena raksasa terbentuk dari sekitar 180 menara perak setinggi 22 meter, tersusun rapi dan tersambung jaringan kabel yang rumit.

Antena raksasa tersebut digunakan untuk mengirim energi radio berkekuatan 2,1 MW ke salah satu lapisan atmosfer yang diberi nama ionosfer, 100 km di atas permukaan Bumi.

Pancaran radio dari HAARP berfungsi untuk “memanggang” elektron di ionosfer menjadi gas ion (yang disebut sebagai plasma).

Plasma yang memenuhi atmosfer bisa mengganggu dan memperlambat aliran sinyal komunikasi dan navigasi dari satelit ke Bumi.

Tanpa disadari, kehidupan manusia sudah sangat tergantung kepada gelombang radio. Radio digunakan oleh perangkat yang digunakan tiap hari seperti router WiFi, pesawat televisi, HP, hingga mobil.

Karena itu, kondisi ionosfer bisa berdampak ke hidup sehari-hari manusia karena saat ini nyaris semua aktivitas kita ditunjang oleh pancaran frekuensi elektromagnetik. Gelombang radio digunakan untuk mengirim suara, gambar, dan teks – yang dan kini semua bisa diantarkan secara digital lewat internet.

Tentara AS bereksperimen menggunakan HAARP untuk mencari cara memanipulasi plasma di ionosfer, baik untuk menghilangkan maupun menimbulkan, gangguan komunikasi satelit dan radar.

Namun sejak pertama kali aktif pada 1999, HAARP kerap dijadikan tumbal untuk banyak peristiwa alam. Iran pernah menyalahkan HAARP sebagai penyebab bencana banjir. Hugo Chavez kemudian menuding HAARP sebagai biang kerok gempa bumi di Haiti. Kini, HAARP dijadikan sasaran sebagai alasan gempa mematikan menghantam Turki.

Kini, HAARP tidak lagi dikuasai oleh angkatan bersenjata AS. Eksperimen yang tak kunjung memberikan hasil membuat militer menyerah.

Untuk bisa memanipulasi ionosfer, HAARP harus disetel untuk mengirim sinyal yang pas seperti halnya garpu tala yang bisa digunakan untuk membuat kaca retak. Selama belasan tahun, tentara AS gagal menemukan frekuensi plasma yang tepat.

Tak ingin fasilitas berharga jutaan dolar sia-sia, ilmuwan di Institut Geofisika Fairbanks di Universitas Alaska memutuskan untuk mengambil alih pengelolaannya. Secara resmi, menurut Scientific America, angkatan udara AS menyerahkan HAARP ke Universitas Alaska pada 2015.