Mahfud MD Maafkan Polisi Perlanggar Disiplin, LBH Jakarta: Hentikan Pernyataan Tak Berpihak Korban
K-LITE FM,- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mengecam keras pernyataan Menteri Koordinasi Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD yang menyebut memaafkan polisi yang melanggar disiplin. Ucapan Mahfud itu diucapkan saat di Komplek Parlemen Senayan pada 18 Agustus 2022.
Menanggapi itu, LBH menilai pernyataan itu bukan hanya keliru, menyesatkan, dan membohongi publik. Lebih dari itu, pernyataan Menkopolhukam itu menimbulkan kesan tidak berpihak pada korban.
“Parahnya, hal tersebut keluar dari mulut seorang Menteri yang juga merupakan Guru Besar Hukum Tata Negara dan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang seharusnya paham bahwa rekayasa kasus adalah pelanggaran hukum yang telah menghancurkan integritas Polri,” kata pengacara LBH Jakarta, Fadhil Alfathan pada siaran pers Senin, 22 Agustus 2022.
Fadhil menjelaskan perbuatan ini tidak benar karena ucapan Menkopolhukam tersebut tidak memberi efek jera kepada kepolisian. Sehingga pemberian maaf terhadap mereka yang terlibat tanpa proses hukum lebih lanjut akan menjerumuskan kasus ini pada impunitas.
Terhadap pernyataan tersebut, LBH Jakarta berpandangan bahwa Mahfud MD menyampaikan pernyataan itu adalah tidak tepat. Hal itu karena dalam kapasitasnya sebagai seorang menteri yang memiliki fungsi koordinasi terhadap seluruh perangkat negara di bidang politik, hukum, dan keamanan.
“Sehingga pernyataan Menkopolhukam di tengah proses pemeriksaan kasus ini secara implisit merupakan bentuk intervensi terhadap proses. Sangat mungkin pernyataan itu ditafsirkan sebagai arahan atau bahkan perintah secara langsung maupun tidak langsung pada institusi yang masuk dalam lingkup koordinasinya, dalam hal ini Polri yang tengah melakukan proses pemeriksaan terhadap kasus ini,” kata Fadhil.
Dalam kapasitas itu, Fadhil menjelaskan segala pernyataan publik tidak boleh disampaikan seenaknya saja. Namun, semua wajib memperhatikan peraturan perundang-undangan dan asas umum pemerintahan yang baik dan konsekuensi publik yang ditimbulkan.
LBH Jakarta: perekayasa kasus merupakan pidana
LBH Jakarta juga menilai pemberian maaf terhadap anggota Polri yang terlibat dalam pembunuhan dan rekayasa kasus dengan alasan mendapatkan perintah atasan juga merupakan pernyataan yang keliru dan tidak berlandaskan hukum.
“Padahal, pasal 7 ayat (3) huruf c Perkap No. 14/2011 pada pokoknya menyatakan bahwa setiap anggota Polri wajib menolak perintah atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan,” kata Fadhil.
Bahkan lebih dari itu, perintah untuk merekayasa kasus bukan saja pelanggaran disiplin dan etik, melainkan juga merupakan tindak pidana.
Sehingga tidak terdapat alasan apapun untuk memberikan maaf terhadap anggota Polri yang terlibat dalam pembunuhan dan rekayasa kasus itu. Pemberian maaf tanpa proses hukum lebih lanjut justru merupakan impunitas yang ironisnya didorong oleh seorang Menkopolhukam cum Guru Besar Hukum Tata Negara.
Desakan LBH Jakarta
Oleh karenanya berdasarkan hal-hal tersebut di atas, LBH Jakarta mendesak agar:
- Menkopolhukam mencabut pernyataannya dan meminta maaf kepada publik dan keluarga Brigadir Josua;
- Menkopolhukam berhenti mengeluarkan pernyataan yang tidak berpihak pada korban dan cenderung mendorong impunitas, termasuk namun tidak hanya terbatas dalam kasus kematian Brigadir Josua;
- Presiden segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang terdiri dari perwakilan masyarakat sipil dengan keterwakilan yang memadai. Hal tersebut karena dari pernyataan Menkopolhukam terdapat dugaan mempengaruhi proses. Sehingga dikhawatirkan terjadi impunitas;
- Sementara sebelum TGPF dibentuk, Kapolri tidak terpengaruh dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh Menkopolhukam dengan dengan memerintahkan jajarannya agar melakukan pemeriksaan terhadap seluruh anggota Polri yang terlibat tidak hanya pada ranah disiplin dan etik, namun wajib memprosesnya secara pidana; dan
- Kapolri mengumumkan hasil pemeriksaan secara etik dan disiplin yang telah dilakukan selama ini kepada publik.