Rupiah Bisa Tembus ke Rp 14.000/US$?

K-LITE FM BANDUNG,- Nilai tukar rupiah berhasil tembus ke level Rp 14.900/US$ pada perdagangan hari ini, Senin (16/1/2023). Berbagai perkembangan ekonomi Indonesia yang positif, disebut sebagai salah satu penyebabnya. Kepala Ekonom BCA David Sumual menjelaskan nilai tukar yang menguat bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di seluruh negara berkembang atau emerging market lainnya.

“Pada Jumat (13/1/2023) Yen Jepang menguat, Dolar Singapura, Yuan juga menguat. Hampir semua regional menguat,” tutur David kepada CNBC Indonesia, Senin (16/1/2022).

Penyebab menguatnya nilai tukar negara emerging market, salah satunya karena inflasi Amerika Serikat (AS) yang telah turun pada level 6,5% (year on year/yoy). Sehingga The Fed, tidak akan menaikkan suku bunga acuannya seagresif seperti tahun lalu. Dari dalam negeri penguatan rupiah juga dipicu oleh beberapa hal. Seperti neraca perdagangan Indonesia pada Desember yang masih surplus sebesar US$ 3,89 miliar. Ketegasan pemerintah untuk memperketat devisa hasil ekspor (DHE) juga dinilai positif oleh para pelaku pasar.

Selain itu, penerbitan obligasi global sebesar US$ 3 miliar juga dinilai menjadi sentimen positif pergerakan nilai tukar rupiah.

“Penerbitan bonds di awal tahun oversubscribe. Kita mengeluarkan US$ 3 miliar, tapi kabarnya permintaannya sampai US$ 17 miliar. Berita tentang DHE, trade (neraca dagang) juga masih surplus. Jadi, banyak sentimen positif,” jelas David

David meyakini penguatan rupiah masih akan berlanjut hingga semester I-2023. Karena berbagai perkembangan ekonomi domestik yang positif. Sementara di semester II-2023 hingga akhir tahun, inflasi global kemungkinan akan meningkat. Sehingga, sepanjang tahun 2023, rupiah masih akan volatile alias bergejolak. Senada, Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman penguatan nilai tukar rupiah, disebabkan karena ada faktor eksternal dan internal. Dari sisi eksternal, sentimen dari global terlihat dari inflasi di berbagai negara maju, seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Eropa yang menunjukkan arah penurunan.

“Ini memberikan harapan bahwa bank-bank sentral besar dunia tidak akan terlalu hawkish dalam menaikkan suku bunga acuannya tahun ini,” jelas Faisal.

Pembukaan ekonomi di China juga memberikan harapan pada kondisi ekonomi global. Mengingat China adalah ekonomi terbesar kedua di dunia.

“Sehingga saat ini, investor mulai mau untuk mengalihkan asetnya ke aset yang lebih risky di emerging market,” kata Faisal lagi.

Dalam jangka pendek, Faisal memperkirakan rupiah masih akan terus menguat pada kisaran Rp 14.900 hingga Rp 15.000 per dolar AS. Namun, dalam jangka panjang juga harus diantisipasi adanya penurunan neraca perdagangan di dalam negeri. Pelaku pasar akan melihat dampak perlambatan ekonomi dunia terhadap pasar keuangan di tanah air.

“Kita masih lihat di akhir tahun rupiah akan ditutup pada level Rp 15.200 hingga Rp 15.300 per USD,” jelas Faisal.