Profil PLTU Batang yang Bolak-balik Ditolak Warga dan Aktivis Lingkungan
K-LITE FM,– Beberapa tahun ke belakang, Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Batang kerap bolak-balik didemo oleh warga. Memang jika dilihat hal positifnya, PLTU ini mampu meningkatkan ekonomi rakyat dan sumber daya listrik bagi kesejahteraan masyarakat, namun berbeda apabila dilihat dari segi dampak buruk terhadap lingkungan.
Berdasarkan jurnal berjudul Dampak Perizinan Pembangunan PLTU Batang Bagi Kemajuan Perekonomian Masyarakat Serta Pada Kerusakan Lingkungan yang terbit pada 2020, dampak buruk itu seperti semakin banyaknya polusi udara karena penggunaan batu bara sebagai bahan bakar.
Selain itu, limbah dari pengambilan tanah dan batuan dasar baik di daratan maupun di bawah air atau sering disebut dreadging menjadi permasalahan para nelayan. Pasalnya, pembangunan tersebut membuat hasil mata pencaharian utama nelayan semakin berkurang kian harinya.
Tak salah apabila PLTU ini banyak didemo oleh warga. Seperti mengutip tambang.co.id, banyak warga menolak dan menentang pembangunan ketika mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla mengunjungi lokasi pembangunan proyek PLTU pada 2014. Namun JK tegas menyatakan bahwa pemerintah akan tetap melanjutkan dan membangun proyek kelistrikan ini.
Demo lainnya dilakukan juga ketika Presiden Jokowi yang batal meninjau lokasi proyek PLTU pada Rabu, 29 April 2015. Akan tetapi, keputusan masih sama bahkan Presiden Jokowi PLTU Batang dengan meletakan batu pertama pembangunan pada 28 Agustus 2015.
Adapun penolakan dari sejumlah aktivis di berbagai komunitas seperti Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Greenpeace dan Jaringan Tambang (Jatam). Mereka menyelenggarakan unjuk rasa perihal Coal-Ruption atau korupsi batu bara di depan gedung KPK pada tahun 2017.
Sampai di tahun ini atau tepat pada 2022, demo masih dilakukan oleh ratusan warga di lokasi pembangunan PLTU Batang berlangsung meneggangkan. Demo ini membuat warga sampai memblokir jalan karena belum mendapat ganti rugi dari pihak konsorsium.
Banyaknya demo membuat semakin perlunya melihat latar belakang pembuatan proyek ini. Oleh karena itu, berikut penjelasan lengkap dari proyek pembangun PLTU Batang tersebut.
Profil PLTU Batang
Dalam laman kppip.go.id, PLTU atau Central Java Power Plant (CJPP) ini merupakan salah satu proyek pembangkit listrik tenaga uap ultra critical sebesar 2 x 1.000 MW di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Selain itu, disebutkan juga bahwa PLTU Batang dibangun dari segenap perusahaan seperti Special Purpose Vehicle (SPV) PT Bhimasena Power Indonesia yang beranggotakan J-POWER (34 persen), Adaro (34 persen), dan Itochu (32 persen).
Lalu proyek ini juga telah mendapatkan penjaminan dari PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) dan Pemerintah Pusat untuk risiko politik dan force majeure berdasarkan Perjanjian Penjaminan tanggal 6 Oktober 2011.
Proyek yang memiliki nilai investasi sebesar Rp 56.7 Triliun ini terkena hambatan konstruksi hingga semester I tahun 2016. Namun melansir djppr.kemenkeu.go.id, proses pembangunan dapat dilakukan kembali setelah lahan fasilitas transmisi telah tersedia 100 persen dan sudah tercapainya tanggal pembiayaan atau financial close pada tanggal 6 Juni 2016.
Seperti yang disebutkan sebelumnya, PLTU Batang direncanakan secara postif demi menunjang kebutuhan tenaga listrik di Pulau Jawa. Selain itu, PLTU ini merupakan bagian dari program penyediaan listrik 35.000 MW.
Perlu diketahui, skema pembangungan proyek ini dilakukan dengan metode BOOT atau Build, Own, Operate and Transfer with 25 years of operation period. Dengan kata lain dapat mengoperasionalkan pembangkit dan menjual listrik dari PLTU Batang ke PT PLN selama kurun waktu 25 tahun, yang selanjutnya akan diserahterimakan kepada PT PLN untuk pengoperasian berikutnya.
Target PLTU Batang ini bisa beroperasi tahun ini. Awalnya PT Adaro Energi Indonesia Tbk (ADRO) terpaksa harus menunda pengoperasian pada awal tahun dikarenakan terjadi over suplai listrik di PT PLN (Persero). Namun, PLTU ini telah beroperasi sejak 31 Agustus 2022.