Argumen Sekber Prabowo Gugat UU Pemilu Agar Jokowi Bisa Jadi Wapres

K-LITE FM,– Sekretariat Bersama atau Sekber Prabowo-Jokowi 2024-2029 mengajukan gugatan judicial review atas Pasal 169 huruf n UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi atau MK. Ini adalah kelompok yang mendorong agar Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Joko Widodo atau Jokowi maju sebaga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu Serentak 2024.

“Menerima dan mengabulkan permohonan pengujian Undang-Undang yang diajukan pemohon untuk seluruhnya,” demikian bunyi salah satu petitum dalam berkas gugatan yang diteken Ketua Koordinator Sekber Prabowo-Jokowi 2024-2029 Ghea Giasty Italiane. Berkas diterima MK pada 19 September. 

Beberapa argumen disampaikan pemohon dalam perkara 92/PUU/PAN.MK/AP3/09/2022 ini, yaitu sebagai berikut:

UU Pemilu

Sekber menggugat Pasal 169 huruf n yang berbunyi: 

Persyaratan menjadi calon Presiden dan calon wakil presiden adalah belum pernah menjabat sebagai presiden atau wakil presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama.

Sekber menyoroti frasa “atau” yang tertulis di Pasal 169 ini, yang menurut mereka membatasi masa jabatan calon presiden dan wakil presiden atau wapres. Mereka menilai pembatasan ini muncul karena adanya latar belakang praktek ketatanegaraan di Indonesia yang selama berpuluh-puluh tahun tidak mengalami pergantian Presiden.

“Sehingga menciptakan pemerintahan dengan suasana otoriter dan kesewenang-wenangan,” demikian argumen pemohon dalam berkas permohonan di situs resmi MK.

Pasal 7 UUD 1945

Selanjutnya, Sekber pun menilai Pasal 169 huruf n ini memberikan keraguan terhadap Pasal 7 UUD 1945. Pasal 7 tersebut berbunyi:

“Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”

Pemohon lantas menyandingkannya dengan hak atas warga negara yang dijamin di Pasal 28D ayat 1 dan ayat 3 pada UUD 1945. Pasal 28D ayat 1 berbunyi:

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum

“Keraguan tersebut mengakibatkan hak pemohon dalam Pasal 28D Ayat 3 UUD 1945 terciderai,” demikian argumentasi Sekber.

Tak hanya itu, para pemohon ini juga membandingkannya dengan Pasal 28D ayat 3 yang berbunyi:

Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan

“Menimbulkann pertanyaan apakah seorang Presiden dapat mencalonkan diri lagi untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan sesuai dengan Pasal 28D Ayat 3 UUD 1945 namun dengan jabatan yang berbeda?” kata pemohon.

Dianggap Multitafsir

Dalam gugatan ini, pemohon juga menganggap Pasal 169 huruf n menimbulkan multitafsir ketika dibandingkan dengan Pasal 7. Lantaran, beleid ini tidak memberikan kepastian terkait dengan pencalonan presiden dan wakil presiden.

Sekber mencontohkan wakil presiden yang sudah dua kali menjabat bisa saja ikut dalam pemilu berikutnya. Wakil presiden tersebut dinilai bisa maju lagi apabila berpasangan dengan calon presiden lainnya.

“Bahwa dengan adanya ketentuan yang ada didalam Pasal 169 huruf n UU Pemilu menimbulkan sebuah pertanyaan mengenai apakah Presiden yang sudah menduduki masa jabatan Presiden selama 2 masa jabatan, dapat mencalonkan diri kembali untuk jabatan yang berbeda yaitu Wakil Presiden di periode selanjutnya?” kata Sekber.

Sekber ikut menyinggung pernyataan yang pernah disampaikan oleh juru bicara MK Fajar Laksono bahwa presiden dua periode tak dilarang maju sebagai calon wakil presiden. Sehingga, Sekber menilai Pasal 7 tidak mengandung larangan untuk presiden dua periode maju menjadi wakil presiden. “Karena di dalam UUD tersebut tidak menjelaskan secara eksplisit,” tulis Sekber.

Pernyataan yang dimaksud disampaikan Fajar ke media dan kemudian menuai kritikan dari sejumlah pihak. Fajar mendasarkan argumen pada Pasal 7 UU 1945.

Tapi belakangan, MK mengklarifikasi pernyataan jubirnya ini. “Pernyataan mengenai isu dimaksud bukan merupakan pernyataan resmi dan tidak berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan Mahkamah Konstitusi RI,” demikian keterangan tertulis dari Humas MK, Kamis, 15 September 2022.

Empat Petitum

Sehingga dalam dalam gugatan ini, Sekber pun mengajukan empat petitum. Rinciannya yaitu sebagai berikut:

1. Menerima dan mengabulkan permohonan pengujian Undang-Undang yang diajukan pemohon untuk seluruhnya

2. Menyatakan frasa “Presiden atau Wakil Presiden” pada Pasal 169 Huruf n UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 7, Pasal 28D Ayat (1) dan (3) UUD 1945 (conditionally unconstitutional), sepanjang tidak dimaknai “Pasangan Presiden dan Wakil Presiden yang sama dalam satu masa jabatan yang sama”

3. Menyatakan frasa “selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama pada jabatan yang sama” Pasal 169 Huruf n UU Pemilu bertentangan dengan Pasal 7, Pasal 28D Ayat (1) dan (3) UUD 1945 (conditionally unconstitutional), sepanjang tidak dimaknai “berturut-turut”

4. Memerintahkan untuk memuat amar putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan pemohon untuk dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia

Deklarasi di Bundaran HI

Dalam catatan Tempo, Sekber Prabowo-Jokowi sebenarnya sudah tampil di publik sejak beberapa bulan lalu. Pada Minggu, 31 Juli 2022, Sekber Jokowi mendeklarasikan Prabowo Subianto sebagai calon presiden dan Joko Widodo sebagai calon wakil presiden di Pemilu Serentak 2024, di kawasan Bundaran HI, Jakarta Pusat.

Reaksi muncul dari partai oposisi seperti Partai Keadilan Sejahtera atau PKS yang menilai dukungan ini terlalu dipaksakan. PKS pun juga menilai Jokowi juga seharusnya menyatakan dengan tegas tak akan maju sebagai calon presiden maupun calon wakil presiden di 2024 nanti. 

Sebab, PKS menilai regenerasi kepemimpinan 2024 tetap berjalan demi menjaga kesehatan demokrasi Indonesia. “Masih banyak tokoh-tokoh bangsa yang kredibel dan layak memimpin Indonesia,” kata juru bicara PKS Pipin Sopian dalam keterangan tertulis, Sabtu, 23 April 2022.

Respons Jokowi

Di sisi lain, isu soal Jokowi jadi calon wakil presiden juga sempat keluar dari Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman. Ia mengatakan tak menutup kemungkinan memasangkan Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto sebagai Capres dan Jokowi sebagai Cawapres pada Pemilu Presiden 2024.

“Ya kalau kemungkinan ya ada saja,” ungkap Habiburokhman saat ditemui awak media di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 14 September 2022.  

Dia menegaskan, secara konstitusional tak ada aturan yang melarang Jokowi maju kembali di ajang Pilpres, asal menjadi Cawapres. Meski begitu, Habiburokhman mengaku tak bisa berbicara lebih banyak terkait kemungkinan cawapres yang akan diusung Gerindra sebab kewenangannya berada di tangan Prabowo.

“Kalau secara konstitusi memungkinkan, tapi dalam konteks politik itu bukan kewenangan saya, kewenangan ada di Pak Prabowo, Ketua Umum Partai Gerindra,” kata dia.

Dua hari kemudian, Jokowi balik mempertanyakan soal pihak yang pertama kali menyampaikan isu tentang dirinya bisa menjadi calon wakil presiden (Cawapres) di Pemilu 2024. Menurut Jokowi, isu itu bukan dari dirinya.

“(Isu) itu dari siapa? Kalau dari saya, saya terangkan, kalau bukan dari saya, saya ndak mau terangkan,” kata Jokowi di Istana Negara, Jakarta Pusat, Jumat, 16 September 2022

Jokowi menjelaskan, dirinya sudah pernah menjawab soal isu dirinya bakal menjabat tiga periode hingga perpanjangan masa jabatan. Kini setelah semua isu itu telah dijawab, kembali muncul isu lainnya. 

“Sejak awal saya sampaikan bahwa ini yang menyiapkan bukan saya, urusan tiga periode sudah saya jawab. Begitu dijawab, muncul lagi yang namanya perpanjangan, juga saya jawab. Ini muncul lagi jadi wapres,” kata Jokowi.