Tumpukan Sampah di Sungai Kota Bandung Sebabkan Masalah Mikroplastik
K-LITE FM BANDUNG,- Kandungan air di sungai Jawa Barat telah masuk sebagai salah satu yang kandungan mikroplastiknya tinggi. Kondisi ini memprihatinkan karena dampak dari mikroplastik bisa merusak lingkungan hingga kesehatan.
Upaya untuk mengurangi sumber mikroplastik, yaitu sampah di sungai dilakukan banyak pihak, termasuk masyarakat sipil. Salah satunya adalah River Cleanup Indonesia (RCI)
Adalah Egra (34), salah satu penggiat di RCI yang aktif mengajak masyarakat ikut serta membersihkan sungai dengan terjun langsung mengambil sampah yang ada. Bersama komunitas lain dia membersihkan sampah bukan hanya di perkotaan, tapi juga di kawasan hulu, yakni Bandung Utara, hingga daerah Bandung Selatan.
Hampir setiap bulan ada kegiatan membersihkan sampah dua hingga tiga kali. Berpindah-pindah tempat, RCI masih sering menemukan tumpukan sampah setelah satu jam terjun ke sungai.
“Kita biasanya masuk ke sungai selama satu jam untuk membersihkan sampah plastik. Terakhir di sekitar Sungai Cikapundung saja dalam 60 menit kami bisa mengangkut 1,4 ton sampah plastik,” kata Egra. Kamis (2/1/2023).
Mereka yang ikut serta dalam kegiatan ini pun beragam. Ada yang siswa SMP, SMA, mahasiswa, dan yang umurnya sudah 40 tahun ke atas. Edukasi pun sering dilakukan pada siswa SD agar mereka paham buruknya membuang sampah ke sungai.
1. Sampah rumah tangga paling dominan
Dia tak memungkiri bahwa banyaknya sampah masuk ke sungai mayoritas berasal dari rumah tangga. Tidak sedikit warga yang tinggal di bantaran sungai membuang sampahnya ke sungai. Bahkan ada juga warga yang tidak tinggal di dekat sungai membuang sampahnya ke sana.
Ketika pandemik misalnya, jumlah sampah plastik bertambah banyak karena masyarakat hampir setiap hari membeli barang baik itu makanan atau produk. Hasilnya, terdapat limbah bubble, selotik, keresek, hingga kardus yang kemudian dibuang ke sungai.
Egra dan tim pun pernah mendapatkan satu bungkus produk yang alamat pembelinya masih menempel. Setelah dicek, tempat ditemukanya sampah tersebut dengan lokasi pembeli jaraknya mencapai empat kilometer (4 km).
“Jadi sampahnya itu sangat jauh dari ditemukan oleh kami dan masih utuh barangnya. Itu sangat disayangkan karena ini bisa menjadi mikroplastik ketika tidak diambil,” papar Egra.
Sampah tersebut bahkan bukan berasal dari barang kecil saja, ada juga barang-barang besar seperti kasur, atau sofa yang dibuang ke sungai oleh masyarakat.
Mengutip dokumen Kota Bandung dalam Angka 2009-2020, produksi sampah harian terus alami peningkatan. Pada 2009 sampah di Bandung mencapai 7.500 kubik per hari. Angka ini sempat alami penurunan pada 2010 dan 2011 sebesar 6.951 kubik per hari dan 4.247 meter kubik per hari.
Pada 2012, produksi sampah harian melonjak naik hingga 8.495 meter kubik per hari, kemudian jumlah itu turun di tahun-tahun berikutnya. Terakhi pada 2020 jumlah sampah di Kota Bandung mencapai 4.915 meter kubik per hari.
Sementara itu, dari data laman Open Data Jabar, produksi sampah di Kota Bandung mencapai 1.529 ton per hari pada 2021. Produksi sampah harian tersebut merupakan yang tertinggi dibanding kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jawa Barat. 2. Edukasi wajib dilakukan, tapi masyarakat seharusnya mandiri pilah sampah
2. Edukasi wajib dilakukan, tapi masyarakat seharusnya mandiri pilah sampah
Menurutnya, selama ini edukasi sudah mulai dilakukan Pemkot Bandung termasuk dengan hadirnya kawasan bebas sampah (KBS). Namun, jumlahnya masih sedikit termasuk infrastruktur penunjang yang ada.
Kondisi masyarakat yang banyak abai untuk memilah sampah harus dibenahi dengan memperbanyak tempat pemilihan. Dengan demikian mereka dimudahkan ketika ingin memiliah sampah plastik dan organik.
“Haus di gas terus (edukasi dan peralatannya). Selama ini edukasi ada terus cuman memang belum terjangkau semua,” kata dia.
Di sisi lain, Egra pun berharap masyarakat lebih mandiri untuk memilih sampah dan tidak membuangnya sembarang tempat. Untuk barang-barang yang bisa didaur ulang, sekarang sudah banyak pihak mampu menampungnya untuk kemudian diangkut ke rumah masing-masing.
3. Jabar duduk di posisi kedua daerah dengan sungai mengandung mikroplastik paling tinggi
Awal tahun ini, Lembaga kajian ekologi dan konservasi lahan basah (Ecoton) merilis hasil susur sungainya selama tahun 2022. Ecoton menyusuri 68 sungai di 24 provinsi di Indonesia. Dalam penyusurannya, peneliti Ecoton menguji kandungan mikroplastik.
Berdasarkan data dari Ecoton, provinsi dengan kontaminasi mirkroplastik paling parah ialah di Jawa Timur. Ecoton menemukan 6,36 partikel pada tiap liter air. Jawa Barat 5,6, Aceh 5,22, Sulawesi Tengah 5,21 dan Maluku Utara 5,1.
Sumatera Barat 5,08, Sulawesi Tenggara 4,8, Bengkulu 4,78, Jawa Tengah 4,6, Sulawesi Utara 4,4, Kalimantan Tengah 4,31, Lampung 3,85, Jambi 3,7, Bangka Belitung 3,55, Sumatera Selatan 3,5, Kalimantan Barat 3,5, Sulawesi Selatan 3,38, DKI Jakarta 3,12, Kalimantan Selatan 3,03, Gorontola 2,8, Sumatera Utara 2,73, Riau 2,45, Kalimantan Timur 2 dan Sulawesi Barat 1,2.
Terkait hasil tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jawa Barat (Jabar), Prima Mayaningtias menyebut bahwa penilaian tersebut bisa jadi tidak valid. Karena harus dipastikan dulu tempat pengambilan sampling air yang diuji.
“Apakah itu (stasiun sampling) sudah terwakili sehingga membuat statment se-Jabar? Walaupun di sebagian siten sudah terdeteksi,” kata Prima.
Sementara itu, Kepala DLH Kota Bandung Dudy Prayudi mengatakan bahwa upaya mengurangi limbah ke sungai telah dilakukan Pemkot Bandung. Kolaborasi dengan berbagai elemen masyarakat dan aparat wilayahan digalakan melalui imbauan maupun sosialisasi agar tidak ada sampah yang dibuah sembarangan khususnya ke sungai.
Kemudian OPD lain melakukan penataan di sempadan sungai sehingga kondisinya lebih indah sehingga masyarakat merasa bahwa sungai ini adalah bagian dari rumahnya.
Dengan upaya tersebut, warga menjadi lebih perhatian lagi terhadap sungai karena rumah mereka menghadap sungai. Terus kami juga mensosialisasikan program Kang Pisman ke semua wilayah di Kota Bandung,” kata dia